JAKARTA | 8 MentariNews – Tim hukum pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Boven Digoel nomor urut 4, P. Yehezkiel H.F. Pella, SH., MT., dan Billy Marcelino Maniagasi, menegaskan bahwa pernyataan pihak terkait yang menyebut permohonan sengketa pemilu mereka “asal-asalan” sekaligus memastikan kemenangan pasangan nomor urut 3, Rony Omba–Marlinus, adalah klaim prematur dan berpotensi menyesatkan opini publik.
Salah Kaprah Pihak Terkait Memahami Aturan MK
Menurut Yehezkiel, pihak terkait keliru memahami mekanisme Akta Pengajuan Permohonan Pemohon Elektronik (AP3E). Berdasarkan aturan Mahkamah Konstitusi (MK), setelah AP3E diterima, pemohon berhak melakukan perbaikan paling lambat tiga hari kerja.
“Faktanya, pemberitahuan AP3E baru kami terima 19 Agustus 2025 pukul 09.27 WIT. Artinya, perbaikan yang kami ajukan masih dalam tenggat sah menurut aturan MK. Menyebut permohonan cacat formil justru menunjukkan ketidaktelitian pihak terkait,” tegas Yehezkiel.
JPN Dinilai Tak Pantas Bela KPU
Tim hukum juga melayangkan keberatan keras atas penggunaan Jaksa Pengacara Negara (JPN) sebagai kuasa hukum KPU Boven Digoel. Menurut mereka, hal ini melanggar prinsip independensi KPU sebagaimana diatur dalam Pasal 22E ayat (5) UUD 1945, yang menyebut KPU bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
“Keterlibatan JPN berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. KPU harus berdiri netral, bukan dibela oleh instrumen hukum pemerintah,” ujar Billy.
Bawaslu Dinilai Pasif dan Abai Substansi
Selain itu, Billy juga mengkritik keterangan Bawaslu Boven Digoel yang hanya menyajikan kronologi rekapitulasi PSU tanpa menguji keberatan tiga paslon yang menolak menandatangani formulir D Hasil Kabupaten.
“Penolakan tanda tangan itu adalah sinyal adanya masalah serius yang seharusnya ditindaklanjuti. Tapi Bawaslu justru pasif,” katanya.
Billy menilai Bawaslu lalai dalam mengawasi dugaan pelanggaran syarat calon Marlinus, karena hanya melakukan kajian administratif tanpa verifikasi substantif, bahkan setelah Putusan MK No. 260/PHPU.BUP-XXIII/2025. Ia juga menyoroti penetapan pasangan calon yang dilakukan lewat pleno tertutup, distribusi formulir C6 yang bermasalah, serta pemindahan pemilih yang berujung hilangnya hak pilih.
“Kasus seperti dialami Novita Ambokasio, perbedaan data pemilih antara Pilkada 2024 dan PSU 2025, hingga lonjakan suara tak wajar salah satu paslon, semua diabaikan begitu saja. Bawaslu terlalu formalistis, padahal substansinya merugikan hak konstitusional peserta lain,” tandasnya.
Peringatan MK: Jangan Klaim Menang Sebelum Putusan
Billy menutup dengan menegaskan bahwa Mahkamah Konstitusi telah mengingatkan semua pihak untuk tidak membuat klaim sepihak sebelum putusan dibacakan.
“Sidang putusan dijadwalkan 10 September 2025. Klaim kemenangan sebelum itu mendahului kewenangan MK dan berpotensi mencederai marwah peradilan konstitusi,” tegasnya. (ril/).