Jakarta | 8 Mentari News – Induk Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Pelabuhan menolak upaya untuk pencabutan Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor : UM.008/41/2/DJPL-11, Nomor : 93/DJPPK/XII/2011 dan Nomor : 96/SKB/DEP.1/XII/2011 Tentang Pembinaan dan Penataan Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) di Pelabuhan.
SKB itu merupakan kesepakatan bersama Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Deputi Kelembagaan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Negara Koperasi dan UMKM.
“Saya menilai dipaksakan dan syarat dengan kepentingan,” kata Ketua Umum Induk Koperasi TKBM Pelabuhan, HM. Nasir, pada saat Pres Conference di hotel golden boutique, Jakarta, Minggu (10/4/2022).
Selama 33 tahun berdiri, kata dia, Koperasi TKBM telah memberikan kontribusi positif terhadap negara dalam mendukung kelancaran arus bongkar muat di pelabuhan.
Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Pemerintah seharusnya membina dan menata Koperasi TKBM. Namun yang terjadi, kata dia, sebaliknya di mana Koperasi TKBM sebagai penyedia jasa TKBM di pelabuhan semakin dimarginalkan.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi dalam sambutannya pada acara yang diselenggarakan oleh Sekretariat Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (STRANAS PK)dalam kegiatan “Memangkas Waktu dan Biaya di Pelabuhan” Tanggal 11 November 2021 menjelaskan empat permasalahan yang ditemukan oleh Tim STRANAS PK di Pelabuhan diantaranya ;
1. Masih ditemukan Otoritas Pelabuhan dan Kesadaran yang tidak menggunakan sistem aplikasi INAPORTNET dalam pemberian layanan, yang mengakibatkan hilangnya potensi penerimaan negara bila proses layanan jasa kepelabuhanan tidak terlaporkan ke dalam sistem:
2. Masih ditemukan pemberian layanan jasa kepelabuhanan yang tidak direkam ke dalam sistem (manual) dan tidak sesuai yang dibayarkan oleh pengguna jasa,
3. Masih ditemukan ketidaksesuaian kebutuhan, kualifikasi, kelembagaan, dan proses implementasi kerja pada proses bongkar muat di pelabuhan. Hal ini tidak hanya merugikan pengguna jasa tetapi juga merugikan tenaga kerja bongkar muat itu sendiri sebagai akibat dari panjangnya birokrasi dalam pemberian layanan jasa bongkar muat.
4. Masih ditemukan layanan jasa kepelabuhanan yang belum terintegrasi satu sama lain (seperti layanan karantina) dan belum tersedia 24/7 sebagai akibat dari keterbatasan SDM.
“Koperasi TKBM (dianggap,-red) penyebab tingginya biaya di Pelabuhan, penyebab dweling time, dan segala permasalahan rendahnya produktifitas bongkar muat di pelabuhan,” ujarnya.
Padahal, kata dia, Koperasi TKBM hanyalah bagian dari stakeholder terkecil di pelabuhan yang mengurus anak bangsa yang berprofesi buruh untuk mencari makan di pelabuhan.
Untuk itu, dia meminta Presiden Joko Widodo membantu para TKBM ;”Kami yakin dan bahwa bapak Presiden Jokowi memiliki cara pandang berbeda dengan para Menteri-menterinya yang terkait dengan persoalan Koperasi TKBM di Pelabuhan. Karena beliau sangat menginginkan Koperasi dan UMKM dimudahkan, dilindungi dan diberdayakan bukan sebalinya dituduh sebagai penyebab biaya tinggi dan dimarginalkan”
Semoga Bapak Presiden Jokowi mendengar teriakan para buruh panggul di Pelabuhan, tuturnya.