Jakarta | 8 Mentari News – Dalam organisasi advokat single bar atau multi bar masih menjadi perdebatan yang cukup hangat di dunia advokat. Apalagi Mahkamah Agung beberapa tahun lalu mengeluarkan Surat Keputusan Ketua MA Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015 yang intinya Pengadilan Tinggi dapat mengambil sumpah advokat dari organisasi manapun.
Melihat hal tersebut, Peradi Jakarta Selatan mengadakan Diskusi Publik dengan tema “Problematika Dalam Penegakan Kode Etik Advokat di Tengah Kondisi Organisasi Advokat Saat Ini.” Acara berlangsung pada hari Selasa, (13/09/2022), pukul 11.00 wib – 17.00 wib, bertempat di Hotel Bidakara Grand Pancoran, jalan Gatot Subroto Kav. 71-73, Jakarta Selatan. Acara diadakan secara Online (zoom) dan Offline.
Diskusi Publik ini, sebagai narasumber antara lain, Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum (Wakil Menteri Hukum dan HAM RI), namun tidak hadir akibat tugas negara. Prof. Dr. Otto Hasibuan, S.H., M.C.L., M.M.( Ketua Umum PERADI), H. Arsul Sani, S.H., M. Si. (Wakil Ketua MPR RI dan Anggota DPR RI Komisi III), TM. Luthfi Yazid, V.P KAI dan Managing Partner at Jakarta International, dengan moderator Fristian Griec.
Dalam acara diskusi tersebut, dipaparkan bagaimana peran Organisasi-organisasi Advokat dalam menyelesaikan Problematika, khususnya dalam hal penegakan Kode Etik Advokat di masa sekarang ini. Dengan dipandu oleh Moderator, tiap narasumber memaparkan materi diskusi sesuai tema.
Prof. Dr. Otto Hasibuan, S.H., M.C.L., M.M., sebagai Ketua Umum PERADI, memaparkan, “Topik ini dimunculkan karena situasi terlalu bebas, bahkan melanggar kode etik dibiarkan. PERADI melihat hal ini tidak bisa dibiarkan. Problematika banyak organisasi Advokat, dilihat dari sisi multi bar dan single bar. Kalau kita berorientasi kepentingan pencari keadilan, syaratnya sudah pasti single bar, kalo mencari keuntungan sendiri, bisa saja multi bar.”
“Profesi Advokat adalah profesi terhormat atau officium nobile. Advokat harus pandai, pintar, jujur. Oleh karena itu, harus ada organisasi standar yang sesuai dengan kriteria. Undang-undang Advokat ada dan dibuat untuk meningkatkan kualitas advokat Indonesia. Dan juga organisasi Advokat harus ada dewan kehormatan dan kode etik. Pengawasan Advokat tidak boleh lemah, ” ujarnya.
“Dalam undang-undang advokat, seorang advokat wajib ikut dalam organisasi advokat. Sekarang sudah banyak profesi advokat menjalani multi bar. Kita harus pertahankan single bar dalam profesi kita, ” ujarnya.
H. Arsul Sani, S.H., M. Si. (Wakil Ketua MPR RI dan Anggota DPR RI Komisi III), menjelaskan, “Saya jelaskan bahwa perkembangan Pembahasan RUU Advokat, yang masuk kedalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2009-2014, dimana DPR DAN pemerintah membentuk panitia khusus (Pansus) dan selanjutnya membuat Panitia Kerja (Panja), untuk membahas RUU tersebut.,” jelasnya.
Disisi lain , Hifni Hasan SH. MH selaku anggota DPC Peradi Jakarta Selatan yang banyak aktif dalam hukum untuk di bidang olah raga mengatakan ;” Advokat sama dengan penegak hukum sama seperti hakim dan kepolisian oleh karena itu suatu pandangan yang dibuat oleh teman-teman pada saat membuat undang-undang Advokat walaupun harus kita akui untuk tujuannya baik hanya saja isinya membuat asib advokat seperti sekarang ini”, ujar Hifni
Saya rasa untuk undang-undang advokat harus dibuat melalui eksekutif yaitu Kemenkumham karena itu yang mempunyai peranan, ungkap Hifni.
Walaupun seperti tadi yang dikatakan oleh Bspak Asrul Sani untuk indisiator pembuatan Undang-undang adalah DPR tetapi menurut saya masih harus tetap melalui Kemenkumham, kata Hifni.
Karena kita sebagai advokat mrmpunyai sifat hanya mengusulkan tetapi DPR dan Kemenkumham yang bisa menentukannya.
Saya dengan adanya diskusi ini sangat senang karena dengan adanya forum diskusi semacam ini akan mendorong cepat adanya perubahaan dari Undang-undang advokat itu, ucap Hifni.
Seperti yang kita dengar pada diskusi tadi yang disampaikan kepada bapak Asrul Sani bahwa Undang-undang merupakan produk politik, padahal jika ditempat lain undang-undang bukan produk politik karena hal apa yang terjadi dalam masyarakat itu akan menjadikan perubahan undang-undang, tutur Hifni. (Rk)